Jumat, 22 Januari 2010

POSDAYA;SEBUAH IMPLEMENTASI PARADIGMA BOTTOM UP PLANNING DAN PEMBANGUNAN BERBASIS MASYARAKAT

Konsep Bottom-Up Planning adalah sebuah konsep pembangunan yang mengedepankan masyarakat sebagai pemeran utama dalam proses pembangunan pada setiap tahap, tercakup di dalamnya proses perencanaan, pelaksanaan dan juga evaluasi pembangunan. Posdaya (pos pemberdayaan keluarga) yang digagas oleh Prof Haryono Suyono pada tahun 2006 dengan beberapa tambahan pengayaan pemikiran dari berbagai perguruan tinggi di tanah air adalah salah satu contoh penerapan konsep Bottom Up Planning tersebut. Posdaya adalah wadah kegotongroyongan di masyarakat dengan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat dengan misi meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan fokus utama keluarga-keluarga miskin. Titik sentral kegiatan Posdaya adalah pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan lingkungan. Sebagai wadah gotong royong Posdaya melibatkan orang-orang kaya di suatu wilayah sebagai kelompok peduli atau donatur yang akan berperan aktif sebagai penyedia dana untuk lancarnya kegiatan Posdaya. Metode pengembangan Posdaya adalah “Bottom up Planning” dengan mengutamakan kemandirian dan keswadayaan

Posdaya bertujuan untuk:

  1. Menyegarkan modal sosial seperti hidup gotong royong dalam masyarakat untuk membantu pemberdayaan keluarga secara terpadu dan membangun keluarga bahagia dan sejahtera.
  2. Ikut memelihara lembaga sosial kemasyarakatan yang terkecil, yaitu keluarga, yang dapat menjadi perekat masyarakat sehingga tercipta kehidupan yang rukun, damai dan memiliki dinamika tinggi.
  3. Memberi kesempatan kepada setiap keluarga untuk memberi atau menerima pembaharuan yang dapat dipergunakan dalam proses pembangunan keluarga yang bahagia dan sejahtera.

Ada 4 bidang utama yang menjadi pokok aktifitas pemberdayaan masyarakat yang ditekuni Posdaya yakni bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang ekonomi/kewirausahaan, dan bidang lingkungan. Keempat bidang ini selain karena menjadi penentu utama dalam penghitungan indeks pembangunan manusia (human development indek), juga merupakan aktifitas yang sehari-hari sangat melekat dengan kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu, penetapan keempat bidang prioritas ini di Posdaya merupakan sebuah pemikiran cerdas dan implementatif, keempat bidang ini juga dapat dikatakan sebagai sebuah penyebab dari kesesuaian implementasi Bottom Up Planning dalam tubuh Posdaya.

Dalam implementasinya, perguruan tinggi selaku agen pemberdaya, pada langkah awal mensosialisasikan konsep Posdaya kepada masyarakat calon wilayah penerapan Posdaya, sekaligus dalam sosialisasi tersebut perguruan tinggi menawarkan program pemberdayaan yang bersifat bottom up tersebut kepada masyarakat yang awalnya diwakili oleh beberapa tokoh masyarakat. Jika mereka menerima maka langkah berikutnya dalam proses penerapan Posdaya ini dapat dilanjutkan. Namun jika masyarakat memperlihatkan tanda-tanda keberatan dengan program ini, maka perguruan tinggi/pihak pemberdaya mencari wilayah lain yang lebih responsif dan akomodatif.

Indikasi penerimaan masyarakat dapat ditangkap dengan tanggapan positif dan akomodatif untuk menapaki langkah-langkah lanjutan menuju pembentukan posdaya. Sebaliknya indikasi penolakan bisa terlihat dari tanggapan mereka yang keberatan dengan adanya lembaga baru di wilayah mereka, atau dengan sikap menunda-nunda jadwal pertemuan lanjutan sampai berlarut-larut.

Dari tahap awal sosialisasi dan penawaran penerapan posdaya di suatu wilayah sudah tercermin implementasi konsep bottom-up dengan memberikan sepenuhnya kesempatan pengambilan keputusan kepada masyarakat setempat.

Hal ini sangat berbeda dengan pola Top Down sebagaimana biasanya, dimana kebanyakan program yang ada di masyarakat pada umumnya berasal dari atas, dari pemerintah. Konsep perencanaan, bentuk program, pendanaan, ditentukan oleh pemerintah yang cendrung diterapkan seragam tanpa melihat keragaman potensi dan kendala spesifik lokal. Di lain pihak Posdaya mencoba agar masyarakat sendiri yang melakukan pemetaaan terhadap masalah mereka. Pihak pemberdaya cukup menggali apa yang mereka butuhkan dan inginkan, dan mengungkapkan harapan mereka, selanjutnya aktifitas pemberdayaan sebenarnya lebih bertumpu pada masyarakat sendiri dengan mengolah potensi lokal yang dilakoni oleh masyarakat sendiri. Inilah implemenatsi pembangunan berbasis masyarakat. Nuansa keswadayaan ditumbuhkan dalam bentuk kerjasama masyarakat dalam mengolah potensi yang dimiliki sambil mencari peluang untuk bekerjasama dengan pihak manapun yang mempunyai visi pemberdayaan masyarakat. Jadi, indikator pertama, terletak bagaimana keinginan masyarakat yang bersangkutan untuk melakukan suatu aktifitas pembaruan. Prof Aida menyebutkan hal ini dengan istilah motivasi pihak yang diberdayakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar